Wednesday, January 28, 2015

The Imitation Game; riddle me this.. riddle me that..


Pada saat perang dunia kedua, tentara Jerman yang berada dibawah komando Adolf Hitler menjajah Eropa dan Inggris menyatakan perang melawan Jerman. Makin banyaknya kota yang dikuasai Hitler membuat Inggris terdesak, jika ingin menang maka Inggris harus bisa memecahkan kode sandi rahasia bernama Enigma yang digunakan tentara Jerman sebagai alat komunikasi sehari-hari. Jika kode ini bisa dipecahkan maka strategi Hitler bisa dipatahkan dan dibutuhkan orang-orang pintar yang mampu menganalisa dan menemukan kunci dari Enigma, salah satunya adalah Alan Turing (Benedict Cumberbatch). Turing adalah jenius matematika tapi sangat introvert dan kerjasama team buat dia hanyalah akan menghambat pekerjaan. Turing punya inisiatif untuk membuat sebuah mesin yang bisa berfikir, mesin inilah yang nanti akan bekerja memecahkan kode Enigma.


Film The Imitation Game karya sutradara Morten Tyldum ini sangat menarik untuk disaksikan. Selain kisahnya yang menambah pengetahuan sejarah, film ini bisa menjadi character study dan menjadi bahan diskusi. Karakter Alan Turing yang 'unik' dibawakan dengan sangat apik oleh Cumberbatch, pantas saja kalau ia dinominasikan sebagai aktor terbaik untuk penampilannya di film ini. Selain aktor terbaik, film ini juga dinominasikan untuk aktris pendukung terbaik (Keira Knightly), sutradara terbaik dan film terbaik. Dari awal hingga akhir film, Tyldum mempresentasikan dengan baik dan bisa fokus pada karakter Turing meskipun menggunakan adegan back and forth untuk menjelaskan alasan emosional dan latar belakang homoseksualitas sang jenius. Singkat kata.. it's a must see movie!


It scores 8 outta 10!

Monday, January 26, 2015

Seventh Son of a Witch


Aktor gaek Jeff Bridges memerankan Gregory, seorang ksatria yang disebut The Spook yang khusus berurusan dengan makhluk gaib dan monster, mungkin mirip Ghostbuster di era zaman batu. Gregory adalah ksatria The Spook terakhir dan ia sedang mencari penerus / apprentice dan penerusnya haruslah anak ketujuh dari anak ketujuh maka entah bagaimana terpilihlah Tom Ward (Ben Barnes). Gregory mengajarkan Tom semua ilmu yang ia ketahui dengan satu tujuan, membunuh ratu penyihir bernama Malkin (Julianne Moore), sayangnya kemampuan Tom jauh dibawah ekepektasi Gregory padahal waktunya kurang dari satu minggu karena dalam waktu satu minggu ilmu sihir Malkin akan menguasai seluruh negeri.


Film Seventh Son yang dibesut sutradara asal Rusia Sergei Bodrov ini diangkat dari novel berjudul The Spook's Apprentice karya Joseph Delaney. Asal Anda tahu bahwa film ini awalnya akan dirilis bulan Februari 2013, mundur ke Oktober 2013 dan akhirnya baru tayang premier Desember 2014 di Eropa, sedangkan di Amerika rencananya Februari 2015 kalo gak molor. Mundurnya jadwal rilis sebenarnya karena alasan teknis antara studio Warner Bros. dan Universal. Kalo menurut saya sih bisa jadi karena filmnya memang jelek... cuma satu hal yang menarik dari film ini dan itu hanyalah visualisasinya sedangkan lainnya benar-benar mudah dilupakan. Padahal ada aktor Jeff Bridges dan Julianne Moore yang memiliki bakat bagus dalam seni peran, talenta mereka terasa sia-sia karena karakter yang mereka bawakan di film ini benar-benar dangkal. Penampilan terbaik Moore adalah ketika ia berubah menjadi naga terbang (full animasi komputer) sedangkan Bridges terlihat keren ketika bertarung dengan ilmu bela dirinya (dah pasti pake stuntman). Jadi jika Anda HANYA mencari hiburan visual untuk menghibur mata maka film ini cocok untuk menghilangkan penat, tapi jika Anda mencari hiburan cerdas sebaiknya mencari film lain yang lebih berbobot. Oiya satu lagi.. jangan buang-buang uang untuk versi 3Dnya.. dan.. entah cuma perasaan saya aja, kayaknya ada penampakan robin hood ya? 😆

It scores 4 outta 10!

Friday, January 16, 2015

Horns; too much love will kill you


Memang agak sulit melupakan image Harry Potter dari wajah Daniel Radcliffe namun beberapa film pasca Harry Potter membuktikan bahwa Radcliffe berusaha dengan keras menghilangkan image penyihir dari dirinya. Dalam film Horns karya Alexandre Aja, Radcliffe memang tidak menjadi penyihir tapi memiliki kekuatan yang hampir sama hanya saja tampilannya mirip iblis atau setan. Iggy (Daniel Radcliffe) dan Merrin (Juno Temple) adalah dua orang pemuda yang sedang dimabuk asmara. Suatu hari Iggy terbangun dari kondisi mabuk dan dinyatakan sebagai pembunuh kekasihnya. Karena belum terbukti bersalah Iggy masih bisa bebas berkeliaran dan tetap menjadi tersangka utama, seluruh kota membenci dan menghujatnya. Dalam kondisi mabuk, stress dan sedih, ia mengutuk Tuhan yang telah membuat kekasihnya menderita karena diperkosa dan dibunuh dengan biadab. Sebuah keanehan pun terjadi, sepasang tanduk mulai muncul di jidat Iggy dan uniknya semua orang menganggap hal itu bukan sebagai suatu hal yang aneh. Lucunya, setiap orang yang berdekatan dengan Iggy akan menceritakan dosa-dosa yang mereka lakukan, it brings out the dark side of people dan dengan kekuatan suparnatural inilah Iggy berusaha mencari tahu siapa yang telah membunuh kekasih yang sangat dicintainya.


Karya terakhir sutradara Alexandre Aja yang saya ingat adalah Piranha 3D, saya masih ingat karena itu salah satu film paling buruk yang pernah saya lihat. Untuk film Horns ini jelas beda, filmnya gak bagus tapi jauh lebih menarik terutama dari segi visual. Film ini diangkat dari novel fantasi karya Joe Hill di tahun 2010, mungkin itu sebabnya film ini lebih memiliki dasar cerita yang baik meskipun (katanya) tidak sehebat novelnya (saya belum pernah baca novelnya). Dengan gaya black comedy dengan nuansa supranatural, Aja bisa mempresentasikan film horor yang secara keseluruhan bisa dibilang lumayan. Bagian paling mengasyikkan adalah curhat yang dilakukan orang-orang disekitar Iggy hingga mereka mau melakukan apa yang disuruh Iggy. Overall.. ini salah satu film horor yang cukup menghibur baik dari segi karakter maupun tampilan visual, meskipun bukan yang terbaik.

It scores 6 outta 10!

Blackhat; from LA to Jakarta


Michael Mann adalah salah satu sutradara yang saya kagumi, ia memiliki 'style' yang khas dalam setiap filmnya. Menurut saya ia salah satu sutradara film action yang sangat piawai di bidangnya meskipun hasil akhirnya tidak bisa disebut sebagai film action karena lebih banyak drama, lihat saja film The Last of The Mohicans, Heat, Collateral dan Public Enemies. Tahun ini ia merilis sebuah thriller berjudul Blackhat dan yang menarik adalah salah satu lokasi yang ia gunakan, yaitu kota Jakarta atau lebih tepatnya mungkin Tanah Abang. Nick Hathaway (Chris Hemsworth) dipenjara karena penipuan kartu kredit yang dilakukannya, ia adalah seorang hacker yang handal. Sementara di Cina ada sebuah insiden meledaknya reaktor nuklir akibat ulah seorang hacker, kapten Chen Dawai (Wang Leehom) ditugaskan untuk menyelidiki insiden ini. Chen beserta adiknya, Lien Chen (Wei Tang) bekerjasama dengan FBI untuk mencari petunjuk dan satu-satunya orang (didunia) yang tahu cara meretas kode yang digunakan hacker tersebut hanya Hathaway. Mereka berpacu dengan waktu sebelum insiden lainnya terjadi dan hacker pintar ini ternyata tidak mudah ditemukan karena mereka harus keliling Chicago, Los Angeles, Hongkong, Malaysia dan Indonesia.


Jika dibandingkan dengan film-film karya Michael Mann yang sudah saya sebutkan diatas, Blackhat termasuk yang paling buruk. Padahal film ini memiliki konsep yang bagus dan saya sangat menikmati sinematografi yang ditampilkan Stuart Dryburgh, tampilannya jelas mengingatkan saya pada film-film Michael Mann lainnya. Paruh pertama film ini sangat menarik tapi intensitasnya lambat laun menurun dan mulai kedodoran hingga akhirnya membosankan ditambah lagi ending yang 'nggak banget'... mudah-mudahan bukan karena ingin dibuat sequelnya. Sangat disayangkan padahal performance para bintangnya cukup baik. Overall.. film ini terasa serba tanggung dan kurang terasa greget jika dibandingkan dengan film thriller milik Mann lainnya, padahal openingnya cukup bagus dan menjanjikan, untung adegan aksinya cukup menghibur.. but that's it..

It scores 5 outta 10!

Tuesday, January 13, 2015

Predestination; an AWESOME mind-bending time travel


Film Predestination yang hanya diputar di jaringan Blitzmegaplex adalah film science fiction yang dibuat oleh duo sutradara Michael dan Peter Spierig berdasarkan sebuah cerpen karya Robert A. Heinlein yang dipublikasikan tahun 1960. Secara singkat saja saya kasih tau ceritanya karena saya sarankan Anda untuk menyaksikannya sendiri, yaitu tentang seorang agen rahasia (Ethan Hawke) yang pergi ke masa lalu dengan mesin waktu untuk mencari dan mencegah seorang penjahat yang melakukan pengeboman sehingga membunuh banyak orang.


Yang menarik adalah, setiap kisah time travel pasti mengandung paradoks termasuk kisah film yang satu ini, hanya saja kisah di film ini jelas akan membuat Anda berpikir seperti seekor ular yang menggigit ekornya sendiri. Jika Anda bingung dengan pertanyaan : "mana yang lebih dulu ada, ayam atau telur?" maka film ini mungkin akan menjawab kebingungan itu. Selain kisahnya yang unik dan menarik, hal lain yang menarik perhatian adalah akting Sarah Snook yang luar biasa keren dalam menampilkan dua karakter yang berbeda gender, two thumbs up! Penampilan Ethan Hawke juga bagus, begitu pula dengan pemain pendukung lainnya. Spierig Brothers berhasil menampilkan sebuah film science fiction yang indah sekaligus membingungkan tapi menghibur (otak). It's a must see movie!!

It scores 8 outta 10!

Jesabelle is dead!


Jessabelle bukanlah sebuah boneka seram yang kerasukan setan, jadi jangan tertukar dengan Annabelle. Film Jessabelle karya sutradara Kevin Greutert ini juga film horor, mengisahkan tentang seorang wanita bernama Jessie (Sarah Snook) yang mengalami kecelakaan saat akan pindahan rumah. Dalam kecelakaan itu tunangannya dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia, karena lukanya cukup parah maka Jessie harus butuh pendampingan dan menghubungi sanga ayah yang sudah lama tidak dijumpainya. Tinggal bersama Leon (David Andrews) membuka tabir tentang masa lalu keluarganya, terutama dari rekaman video yang dibuat mendiang ibunya (Joelle Carter). Perlahan-lahan misteri terkuak dan memperlihatkan apa yang sebenarnya terjadi dirumah keluarga Jessie.
Karena Jessabelle adalah film horor maka ada satu pertanyaan umum yang harus ditanyakan, apakah film ini seram? Jawabannya menurut saya ya.. tentu saja... tidak. Ada yang salah dalam skrip buatan Ben Garant ini. Bagaimana tidak? Dari sisi teknis dan sinematografinya sangat mendukung dalam urusan suasana seram, bahkan landscape perairan Louisiana sangat kontras dengan nuansa menyeramkan yang ingin ditampilkan. Penampilan Sarah Snook bisa dibilang juara, perhatikan interaksi Jessie dengan layar tivi saat menyaksikan video ibunya. Semua hal tersebut terasa sia-sia ketika cerita yang disajikan sangat klise dan garing gak ketulungan, belum termasuk endingnya yang menyebalkan. Seandainya dibuat dengan genre thriller dan dilakukan sedikit perubahan konflik karakter, film ini bisa menjadi film drama yang apik. I guess the voodoo is just too powerful..

It scores 5 outta 10!

Monday, January 12, 2015

Night at The Museum: Secret of The Tomb


Film Night at The Museum: Secret of The Tomb dibuka dengan adegan penggalian artefak di Mesir tahun 1938, mengingatkan saya pada film Indiana Jones walaupun hanya sesaat, penemuan tablet Ahkmenrah oleh CJ (Percy Hynes-White) secara tidak sengaja hingga tablet tersebut dibawa ke New York dan menjadi bagian dari pameran 'hidup' dalam Museum of Natural History. Larry Daley (Ben Stiller) yang ditunjuk sebagai pimpinan acara malam dimusium itu mengalami masalah saat diketahui bahwa tablet ajaib milik Ahkmenrah (Rami Malek) tersebut mulai berubah, seperti berkarat dan mengakibatkan para penghuni musium bertingkah aneh. Yang bisa menyelesaikan masalah ini hanya Merenkahre (Ben Kingsley), ayah dari Ahkmenrah dan ia berada dalam koleksi British Museum di London, Inggris. Larry beserta rombongan akhirnya berangkat ke London dan mendapatkan masalah baru ketika semua penghuni Britih Museum 'hidup' untuk pertama kalinya akibat tablet ajaib yang mereka bawa.


Buat saya pribadi film ketiga ini lebih membosankan dari yang kedua, Battle of The Smithsonian. Tapi dari sisi teknis film Secret of The Tomb jauh melampaui kedua film sebelumnya, ya iyalah.. dengan budget yang lebih besar harusnya sutradara Shawn Levy bisa mempresentasikan tampilan yang apik setelah tiga kali membuat Night at The Museum. Meskipun film ini sangat menghibur, sangat sedikit insight yang bisa didapat selain dari yang disampaikan Tedy Roosevelt (Robin Williams). Karakter lama yang muncul kembali seakan hanya sebagai pelengkap cerita karena center stage diberikan kepada beberapa karakter baru yang untngnya tampil dengan baik, Sir Lancelot (Dan Stevens) ksatria yang kepedean dan Tilly (Rebel Wilson) satpam British Museum yang 'unik'. Jangan lupa penampilan manusia gua bernama Laaa yang wajahnya mirip Larry, itu karena memang Laaa diperankan juga oleh Ben Stiller. Oiya.. ada cameo Alice Eve dan Huge Ackman yang cukup lucu. Momen-momen terakhir film ini membuat saya cukup sedih mengingat perpisahan yang disampaikan Robin Williams, ia salah satu komedian berbakat yang saya idolakan sepanjang masa. Farewell Mr. Robin Williams and Mr. Mickey Rooney.. i had a good laugh because of you guys... Rest in peace...


It scores 5 outta 10!

Thursday, January 8, 2015

Taken 3; Run.. Bryan.. Run..!!


Film Taken (2008) merupakan salah satu 'guilty pleasure' para pecinta film action termasuk saya sendiri. Dengan budget minim dan kisah yang biasa saja, film Taken bisa memberikan hiburan yang simpel, menarik dan efektif. Pemasukan 200 juta dollar lebih untuk film itu 'memaksa' studio untuk membuat sequelnya, Taken 2 di tahun 2012. Dengan memaksakan plot penculikan lagi, film Taken 2 tidak seasyik film pertamanya. Tahun ini rilis Taken 3 dan berhubung Luc Besson dan Robert Mark Kamen sudah kehabisan anggota keluarga Mills untuk diculik maka plotnya berubah dan hasilnya lebih buruk dari Taken 2. Bryan Mills (Liam Neeson) mendapati mantan istrinya, Lenore (Famke Janssen) tewas diapartemennya dan Bryan menjadi tersangka utama dan menjadi buruan polisi yang dipimpin inspektur Doltzer (Forest Whitaker). Bryan melarikan diri untuk mencari kebenaran siapa dalang dibalik pembunuhan mantan istrinya.


Jika Anda kecewa dengan Taken 2 maka bersiap-siaplah kecewa lagi saat menyaksikan film yang disutradarai Olivier Megaton ini. Tidak ada perubahan yang signifikan bahkan jauh lebih membosankan. Padahal film ketiga ini punya budget yang lebih besar dan konsep yang lebih luas, itu berarti potensi pengembangan sequel yang lebih banyak karena tidak lagi terpaku pada culik menculik dan balas dendam, toh Bryan Mills memang hidup didunia yang berbahaya dan banyak musuhnya.. Mudah-mudahan sih ini installment terakhir kecuali Luc Besson bisa mendapat cerita yang lebih inovatif menyangkut skill khusus yang dimiliki Bryan Mills.

It scores 5 outta 10!