Tuesday, December 30, 2014

Paddington; luckiest bear in London

Sebuah ekspedisi seorang petualang Inggris ke pedalaman Peru mempertemukan sebuah keluarga beruang cerdas dengan hal-hal yang berbau modern dari London, hingga akhirnya beruang ini bisa mempelajari budaya manusia. Gempa besar yang terjadi di Peru meruntuhkan sarang mereka sehingga beruang yang paling kecil berangkat ke London untuk mencari rumah yang baru. Keluarga Brown menemukan beruang ini distasiun kereta dan beruang tersebut dinamakan sesuai dengan nama stasiunnya, Paddington. Keluarga Brown bersedia menampung Paddington untuk sementara hingga ia menemukan rumah barunya tapi sayangnya beruang kecil ini lebih banyak membawa masalah, bahkan ada seseorang yang berniat ingin menculik paddington demi membalas dendam.

Film Paddington karya sutradara Paul King ini merupakan kombinasi live action dan CGI yang diangkat dari buku anak-anak karangan Michael Bond. Bukunya yang pertama terbit tahun 1958 (klo gak salah) dan sejak itu banyak kisah tentang Paddington dalam bentuk komik maupun film seri kartun. Awalnya suara Paddington diisi oleh Colin Firth namun dianggap tidak cocok hingga akhirnya digantikan oleh Ben Wishaw dan keputusan ini cukup jitu. Wishaw memberikan nyawa bagi Paddington sehingga beruang ini tampil apik secara keseluruhan. Visualisasinya juga sangat bagus dan detail ditambah dengan cerita yang ringan dan pemain pendukung yang tampil memikat maka film Paddington ini menjadi paket komplit hiburan keluarga yang wajib Anda saksikan. Anak-anak akan terhibur dengan kelucuannya dan para orangtua bisa mengambil beberapa insight tentang family value.

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Monday, December 22, 2014

The Battle of The Five Armies; an epic closure!

Tak terasa sudah tiga tahun berturut turut kita menikmati petualangan Bilbo Baggins dkk di Middle Earth. Langsung melanjutkan ending film Desolation of Smaug, kita diajak untuk melihat kondisi Erebor pasca kematian sang naga. Thorin (Richard Armitage) yang merasa sudah menjadi raja kini berubah menjadi congkak akibat pengaruh emas yang ada dalam Erebor dan kelakuannya ini dengan segera menjadi pemicu peperangan yang akan memakan banyak korban jiwa.

Sutradara Peter Jackson memiliki visi yang luar biasa jika menyangkut dunia Middle Earth karya penulis JRR Tolkien, pengalaman dalam membuat trilogi Lord Of The Ring memberikan nilai tambah untuk The Hobbit. Khusus untuk The Battle of The Five Armies, kayaknya lebih tepat disebut sebagai jembatan menuju kisah LOTR karena banyak sekali referensi LOTR yang muncul disini. Yang paling menonjol adalah karakter Legolas yang diperankan Orlando Bloom, ia diberikan kesempatan yang cukup banyak untuk eksis difilm ini termasuk adegan akrobatiknya yang cukup seru. Sebagai penutup trilogi The Hobbit, film ini memebrikan hiburan yang apik meskipun terasa cukup pendek durasinya, i wanna see more...! Pastinya akan terasa lebih indah jika film ini disaksikan back to back 3 episode sekaligus and i will..! Jika Anda penggemar The Hobbit saya sarankan untuk menyaksikan dulu film pertama dan kedua agar bisa menikmati film ini.

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Thursday, December 11, 2014

Before I Go To Sleep; 50 first date of thriller

Christine Lucas (Nicole Kidman) adalah wanita berusia 40 tahun yang mengalami psychogenic amnesia akibat kecelakaan yang terjadi di masa lalu. Setiap hari saat bangun tidur ia tidak akan ingat apa yang terjadi di hari kemarin dan sebelumnya. Chris didampingi Ben (Colin Firth) sang suami yang setia merawatnya. Ben memberikan catatan post it dan foto di dinding untuk mengingatkan Chris setiap hari bahwa mereka adalah pasangan yang sudah menikah selama 14 tahun. Dr. Nasch (Mark Strong) adalah dokter neuropsychologist yang sedang merawat Chris, setiap pagi ia akan menelepon untuk mengingatkan bahwa Chris memiliki rekaman video dirinya yang direkam setiap hari untuk membantu memulihkan ingatannya. Dari rekaman video inilah Chris mengetahui ada sesuatu yang janggal, ingatannya hilang bukan karena kecelakaan melainkan percobaan pembunuhan.

Film thriller Before I Go To Sleep ini disutradari oleh Rowan Joffe berdasarkan novel karya S.J. Watson. Kisahnya mengingatkan saya pada film komedi 50 First Date yang dibintangi Adam Sandler dan juga film Memento karya Chris Nolan. Thrillernya cukup efektif, penonton akan terpaku untuk mengetahui siapa penjahatnya, apakah Ben atau Dr. Nasch? (Pilihannya ya cuma dua itu). Penampilan Kidman dan Firth cukup bagus, sayangnya kisah film ini tidak memberikan mereka kesempatan untuk bisa berkembang, dan ini sering terjadi ketika sebuah novel diangkat menjadi naskah film yang kurang apik. Ada beberapa plot holes yang mengganggu, mungkin kita diminta untuk membaca novelnya jika ingin tahu lebih detail. Jika dibandingkan dengan 50 First Date yang menghibur dan Memento yang keren abis maka Before I Go To Sleep sama sekali tidak istimewa alias biasa ajah...

It scores 5 outta 10!


Posted via Blogaway

Wednesday, December 10, 2014

Exodus: an epic tale of Gods and Kings

Saya rasa semua orang tahu tentang kisah nabi Musa karena hampir semua agama menceritakan kisah ini sebagai bagian dari pembelajaran akhlak dan salah satu perubahan signifikan yang pernah terjadi dalam kehidupan manusia. Film Exodus: Gods and Kings karya sutradara Ridley Scott ini juga menceritakan tentang kisah nabi Musa dalam membebaskan kaum Yahudi dari perbudakan yang dilakukan raja Firaun, hanya saja ada beberapa perbedaan yang menarik terutama jika dibandingkan dengan film versi Cecil B. DeMille yang berjudul The Ten Commandments.

Meskipun keotentikan kisahnya diragukan (jika merefer pada kitab suci), film ini menawarkan visualisasi yang luar biasa indah dan detail dengan production design yang memukau serta terlihat tidak main main. Durasi 2,5 jam sebenarnya terasa tidak cukup dalam menceritakan kisah nabi Musa, itu sebabnya saya merasa ada kekurangan dalam pendalaman karakter Moses (Christian Bale) dan Ramses (Joel Edgerton). Mungkin nanti pada saat rilis dalam bentuk home video saya bisa menikmati versi final cut nya yang berdurasi 4 jam. Ridley Scott memberikan gambaran 'logis' tentang beberapa event yang terjadi dalam kisah ini, seperti wabah yang terjadi di Mesir yang disebabkan oleh bianatang dan terbelahnya laut merah bukan karena nabi Musa menghentakkan tongkatnya tapi karena adanya Tsunami yang membuat laut menjadi surut sementara. Overall.. film ini adalah film yang indah dalam visualisasi meskipun tidak sehebat film Gladiator dan The Ten Commandments. Dan film ink wajib Anda saksikan di layar lebar selebar mungkin yang bisa Anda temukan demi merasakan sensasinya.

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

The Pyramid; one of the worst movie of the year

Holden (Denis O'Hare) dan Nora (Ashley Hinshaw) adalah ayah dan anak yang memiliki ketertarikan yang sama pada dunia arkelogis, bedanya dimetode yang kini mereka lakukan, Holden lebih oldschool lebih suka berkutat dengan tanah dan debu sedangkan Nora lebih suka menggunakan metode canggih dengan memanfaatkan satelit. Sebuah piramid unik telah ditemukan di Mesir yang posisinya terkubur dengan dalam, unik karena piramid ini hanya memiliki 3 sisi, bukan 4 sisi seperti piramid lainnya yang ada di atas permukaan tanah. Karena saat itu sedang pecah kerusuhan di Mesir maka Holden dan Nora diperintahkan untuk segera pulang. Rasa keingintahuan yang besar ternyata tidak bisa membendung mereka untuk masuk ke dalam sebelum mereka pulang, hasilnya bisa ditebak karena keluar dari piramid tersebut tidak semudah saat mereka masuk.

Singkat kata, The Pyramid karya sutrdara Gregory Levasseur ini merupakan salah satu film paling buruk tahun ini. Akting semua pemain payah, ceritanya dangkal dan dibuat-buat, teknik sinematografinya tidak konsisten (baca: kacau!) karena awalnya saya pikir film ini menggunakan konsep found footage tapi ternyata campuran dan spesial efek CGI-nya terlihat murah(an). Untuk sebuah film bergenre horor The Pyramid tidak menakutkan tapi menggelikan.

It scores 3 outta 10!


Posted via Blogaway

Tuesday, December 9, 2014

Penguins of Madagascar; a good spinoff

Penguins of Madagascar dibuka dengan menceritakan 3 ekor pinguin yang menggemaskan dan lucu namun memiliki pikiran yang berbeda dari kelompoknya. Skipper (Tom McGrath), Kowalski (Chris Miller) dan Rico (Conrad Vernon) yakin mereka diciptakan untuk suatu hal yang lebih penting, seperti misalnya menyelamatkan sebuah telur pinguin yang menetas bernama Private (Christopher Knights) hingga akhirnya melengkapi team mereka menjadi 4 personil. Terdampar disebuah bongkahan batu es membuat mereka hanyut jauh dari tempat kelahiran mereka untuk menemukan petualangan baru, dan petualangannya dimulai dari ending film Madagascar: Europe's Most Wanted.

Bagi penggemar seri Madagascar pasti sudah tidak asing dengan 4 pinguin ini, mereka bahkan punya serial televisi sendiri di stasiun Nickolodeon hingga akhirnya Dreamworks memutuskan untuk mengangkat mereka ke layar lebar. Spin off pinguin ini menurut saya cukup berhasil, mereka sudah pasti akan menjadi icon idola kartun baru dan kemungkinan sequel agar Dreamworks bisa menambah pundi-pundi Dollarnya. Selain para pinguin, tokoh Dave (yang suarakan dengan apik oleh John Malkovich yang baru pertama kali mengisi suara dalam film animasi) bisa mencuri perhatian, sementara karakter lainnya hanya sekedar tempelan, sangat disayangkan padahal ada talent hebat seperti Benedict Cumberbatch yang mengisi suara pimpinan North Wind bernama Classified. Teknik animasinya cukup baik dan ceritanya sederhana, anak-anak maupun orang dewasa akan terhibur dengan balutan komedinya disepanjang film. Bahkan mungkin ada pelajaran yang bisa dkita ambil tentang bagaimana menempatkan diri kita dalam sebuah team untuk menghasilkan sebuah sinergi. And for that.. try to be a penguin...!

It scores 7 outta 10!


Posted via Blogaway

Monday, December 8, 2014

The Rover; Dystopia in Australia

Bersetting 10 tahun setelah kejadian 'The Collapse', (kayaknya) yang merupakan kehancuran dunia ekonomi secara global, seorang pria yang sangat galau (namanya Eric tapi gak pernah disebut dalam film, diperankan oleh Guy Pearce) kehilangan mobil sedan miliknya karena dicuri 3 orang bandit, Caleb, Archie dan Henry. Tak suka mobilnya dicuri maka Eric memburu mereka untuk mendapatkan mobilnya kembali. Dijalan ia bertemu dengan Rey (Robert Pattinson), adik kandung Henry yang ditinggal dijalan saat baku tembak dengan pihak militer. Eric dan Rey melakukan road trip untuk menemukan mobil sedan yang dicuri Henry dan komplotannya, di sepanjang perjalanan inilah terjadi hubungan emosional yang unik antara Eric dan Rey yang agak terbelakang mentalnya.

Film karya sutradara David Michod bisa disebut sebagai drama western dengan nuansa modern bersetting di benua Australia, sebuah road trip dengan dua karakter yang unik. Guy Pearce tampil lumayan sebagai pria yang telah kehilangan segalanya serta tampil murung disemua adegan. Robert Pattinson juga mencuri perhatian sebagai pemuda dengan keterbelakangan mental. Dua pria ini sebenarnya bisa menjadi character study yang menarik, sayangnya naskah karya Michod dan Joel Edgerton ini lebih fokus pada kekerasan ketimbang pendalaman karakter. Bila Anda bukan pecinta drama maka film ini bisa dilewatkan jika tidak ingin mengantuk karena kebosanan.

It scores 4 outta 10!


Posted via Blogaway

Wednesday, December 3, 2014

Automata; like a bad version of i,Robot in the District 9

Sutradara asal Spanyol Gabe Ibanez mengarahkan Antonio Banderas dalam sebuah film science fiction berjudul Automata. Di tahun 2044 terjadi penurunan populasi manusia di planet Bumi akibat radiasi solar flare dari matahari. Manusia yang bisa bertahan hidup membuat robot-robot yang disebut Pilgrim untuk mencoba membuat penangkal untuk menangani radiasi meskipun akhirnya gagal. Pilgrim dibuat oleh perusahaan bernama ROC dan kini para robot pilgrim bertugas melakukan pekerjaan buruh dan menjadi asisten rumah tangga. Semua robot memiliki 2 aturan utama yang tidak bisa dilanggar, pertama; mereka tidak boleh menyakiti manusia, kedua; mereka tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri jika rusak. Jacq Vaucan (Antonio Banderas) adalah seorang penyidik asuransi yang bekerja di ROC, ia menemukan fakta bahwa ada robot yang bisa memperbaiki dirinya sendiri. Hal ini tidak bisa ditolerir oleh perusahaan karena akan menimbulkan kekacauan dan Jacq harus mencari tahu siapa biang keladinya.

Awalnya film ini mengingatkan saya pada film i,Robot yang dibintangi Will Smith, sayangnya Automata tidak sehebat itu. Kisahnya terlalu banyak plot holes meskipun secara visual cukup menarik, gambaran kotanya yang unik meskipun (sekali lagi) mengingatkan saya pada beberapa film sci-fi yang sudah ada. Selain sebagai produser film ini, Banderas tampil cukup lumayan sebagai pemain utama meskipun tidak ada kesempatan untuk pendalaman karakternya, sedangkan karakter lainnya hanya berkesan tempelan kecuali robot bernama Cleo yang 'unik'. Jika Anda pecinta genre science fiction maka film ini hanya akan mengingatkan Anda pada film-film sci-fi lain yang sudah pernah ada, bedanya adalah film ini dieksekusi dengan buruk, jadi siap-siaplah untuk mengantuk...

It scores 4 outta 10!


Posted via Blogaway

Dumb & Dumber To; 19 years too late for a sequel

Tepat 20 tahun yang lalu ada sebuah film komedi yang jadi hit serta membuat nama Jim Carrey melejit, bukan The Mask dan bukan Ace Ventura yang kebetulan sama-sama rilis tahun 1994, melainkan Dumb and Dumber. Lloyd Christmas (Jim Carrey) dan Harry Dunne (Jeff Daniels) adalah dua orang sahabat yang sangat kompak (kebodohannya). Setelah ditinggal Mary Swanson (lihat lagi film pertamanya), Lloyd tinggal dirumah sakit jiwa selama 20 tahun dan selama 20 tahun setiap seminggu sekali Harry selalu setia menjenguk Lloyd di RS. Kunjungan Harry kali ini agak berbeda karena Harry ingin berpamitan demi mencari donor ginjal yang ia butuhkan untuk dirinya. Sebuah surat yang sudah lama tersimpan di rumah orang tua Harry menunjukkan bahwa Harry memiliki seorang putri dan perjalanan mencari putri Harry yang hilang pun dimulai.

Jeda selama 20 tahun seakan tidak terasa di film ini, mungkin karena hampir semua orang yang terlibat di film pertamanya ikut berpartisipasi di film Dumb and Dumber To. Dua bersaudara Peter dan Bobby Farrelly duduk di kursi sutradara mengarahkan kembali duo Jim Carrey dan Jeff Daniels. Kedua aktor ini menurut saya cukup konsisten dan apik dalam memerankan karakter Lloyd dan Harry yang sok tahu dan bodohnya gak ketulungan. Sayangnya naskah film ini tidak sekuat performance kedua bintangnya, menurut saya materi komedinya sudah basi kecuali jika film ini dirilis setahun setelah film pertamanya rilis. Sekedar catatan, ada beberapa komedi sejenis ini yang lebih up to date, seperti Anchorman misalnya. Selama 20 tahun ada perubahan selera komedi yang cukup signifikan dalam dunia film (Hollywood) dan Farrelly Brothers tetap kekeuh mempertahankan komedi yang sama dengan film pertamanya, malahan bisa dibilang Dumb and Dumber To merupakan copy paste yang sama persis dengan pendahulunya dan hasilnya cukup membosankan. Selain karena materi komedi yang basi, film sequelnya ini tidak terasa membumi seperti film pertama, banyak kebodohan mereka yang agak out of context kalo gak mau dibilang aneh, perhatikan adegan mandi yang membuat tubuh mereka menyala karena radiasi serta adegan menghindari angin tornado. Overall.. this movie only works for the sake of nostalgia, selain itu Anda tidak akan mendapat apa-apa kecuali kenangan / daydreaming adegan-adegan lucu dari film pertama (yang masih membekas di kepala saya).

It scores 4 outta 10!


Posted via Blogaway

Friday, November 28, 2014

The Hunger Games: Mockingjay part 1

Langsung melanjutkan dari film Catching Fire, Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) kini berada di Districk 13 pimpinan presiden Alma Coin (Julianne Moore). Katnis diselamatkan dari kegiatan Hunger Games demi untuk dijadikan simbol pemberontakan terhadap Capitol pimpinan presiden Snow (Donald Sutherland). Katniss bersedia menjadi Mockingjay dengan syarat agar presiden Coin menyelamatkan Peeta Mellark (Josh Hutherson) yang menjadi tawanan presiden Snow. Dengan bantuan Plutarch Heavensbee (mendiang Philip Seymour Hoffman) Katniss diekspose melalui video-video propaganda yang disebarkan ke semua distrik agar terjalin persatuan antar distrik dalam melawan Capitol. Dan perang pun  dimulai...

Well, sebenarnya sih gak dimulai dalam part 1 ini karena film ini kayaknya sebagai pengantar untuk event yang lebih besar di part 2. Berhubung saya belum pernah baca bukunya maka saya juga nggak tahu seberapa besar skala peperangannya. Tapi jika melihat part 1 ini saya jelas tertarik untuk mengetahui kelanjutan perjuangan Katniss dan kawan-kawan di part 2. Sutradara Francis Lawrence yang juga menggarap Catching Fire berhasil memberikan 'pengantar' atau pembuka dari seri penutup Hunger Games dengan baik. Mengikuti resep Harry Potter yang memisahkan chapter terakhir ini menjadi 2 bagian menurut saya terlihat sangat 'mata duitan', karena ya sebenarnya bisa dimampatkan dalam satu film yang mungkin durasinya bisa dibuat lebih panjang. Sebenarnya akan lebih fair jika penilaian film ini dilakukan setelah menyaksikan part 2 tahun depan, tapi overall cukup menarik dan mengundang penasaran bagi penggemar Hunger Games yang belum membaca bukunya.

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Tuesday, November 25, 2014

Nightcrawler; Psycho behind camera

Nightcrawler merupakan istilah bagi para wartawan video freelance untuk merekam momen-momen yang terjadi dimalam hari dan bisa dijual ke stasiun televisi untuk menjadi bahan berita, sebagian besar momen yang dimaksud dalam film ini adalah kejadian kriminal yang terjadi di Los Angeles. Louis Bloom (Jake Gyllenhaal) adalah pria pengangguran yang mencari uang dengan cara apapun termasuk mencuri. Sebuah kecelakaan yang ia lihat dijalan membuat ia sadar bahwa ada sebuah profesi yang disebut nightcrawling yang berpotensi menghasilkan uang banyak. Semakin tertarik, Lou mendalami kegiatan ini dengan cara otodidak bahkan merekrut seorang tunawisma (Riz Ahmed) untuk menjadi asistennya dalam memburu kejadian kriminal lalu menjual videonya ke sebuah stasiun lokal WKLA melalui seorang produser  bernama Nina (Rene Russo). Rating stasiun tivi ini naik berkat video besutan Lou namun lama kelamaan Lou harus mengikuti kenginan rating sehingga membuat Lou terlibat langsung dengan kejadian kriminal yang direkamnya.

Sutradara Dan Gilroy cukup apik meramu kisah drama thriller ini dengan sinematografi yang menarik serta sarat dengan muatan kritik sosial tentang rating dan kekerasan dalam tayangan televisi yang menurut saya sih karena memang demand dari penonton, if it bleeds.. it leads. Selain cerita yang bagus, kelebihan lain film ini ada pada akting Jake Gyllenhaal dalam memerankan karakter Lou Bloom yang 'unik'. Bila Anda mencari hiburan bergaya noir bernuansa thriller maka film ini wajib ditonton. 

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Tuesday, November 18, 2014

Big Hero 6; Disney (& Marvel) new superheroes!

Hiro Hamada (Ryan Potter) adalah anak berusia 14 tahun yang jenius, pintar membuat robot tapi mempraktekkannya di jalur yang salah dengan cara adu robot 'botfighting' menggunakan uang sebagai taruhan. Tadashi Hamada (Daniel Henney), kakaknya Hiro mengajaknya ke kampus tempat ia ber-eksperimen membuat robot dengan teman-temannya, Fred (TJ Miller), GoGo (Jamie Chung), Wasabi (Damon Wayan Jr) dan Honey Lemon (Genesis Rodriguz) dibawah arahan profesor Callaghan (James Cromwell). Karena sangat ingin masuk dan diterima dalam program robotiknya profesor Callaghan, Hiro harus bisa membuat sebuah presentasi robot yang bagus dan memukau. Sayangnya sebuah kebakaran menghancurkan nanobot kreasi Hiro dan menewaskan sang kakak, Tadashi dan juga profesor Callaghan. Setelah bertemu dengan Baymax (Scott Adsit) yang merupakan robot perawat yang diciptakan Tadashi sebelum meninggal, Hiro mengetahui bahwa kecelakaan yang menewaskan kakaknya merupakan kejadian yang disengaja. Dengan bantuan teman-teman Tadashi, Hiro bertekad untuk menemukan pembunuh kakaknya yang menggunakan topeng kabuki di setiap aksinya.

Awalnya tidak banyak yang tahu kalau film Big Hero 6 yang dirilis Disney ini merupakan karakter jagoan dari komik milik Marvel, jika Anda jeli Anda akan melihat penampakan Stan Lee di dinding rumah Fred. Teknik animasinya juara dan kelebihannya bukan cuma itu tapi juga dari sisi storytelling yang sangat menarik dan emosional, meskipun hubungan Hiro dan Baymax mengingatkan saya pada Hiccup dan Toothless dari film How to Train Your Dragon namun overall bisa memberikan karakterisasi yang kuat tanpa terlihat mencontoh. Big Hero 6 sempat jadi perseteruan sengit antara Disney dan Marvel karena konsep awalnya kisah ini ditujukan untuk audience yang lebih dewasa. Akhirnya film ini jelas menjadi batu loncatan bagi Marvel dalam merangkul fans yang jauh lebih muda, thanks to Disney for that! Banyak insight yang bisa didapat penonton dewasa dan banyak pelajaran tentang kehidupan yang bisa diajarkan ke anak-anak Anda. Salah satunya adalah jadi superhero itu tidak melulu harus menggunakan kekuatan seperti Superman tapi bisa juga menggunakan akal serta otak kita dalam membuat sesuatu yang berguna bagi diri kita dan orang lain. Selain itu para orangtua juga musti siap merogoh kocek tambahan karena anak-anak pasti sangat ingin memiliki boneka Baymax yang imut dan lucu itu untuk dipeluk....

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Thursday, November 6, 2014

Interstellar offers you a beautiful cinematic experience!

Buat saya pribadi, film yang bagus adalah film yang bisa membuat kita berdiskusi panjang lebar bahkan ketika filmnya sendiri sudah tidak tayang di layar lebar, beberapa film yang saya maksudkan lahir dari karya sutradara Christopher Nolan, film seperti Memento, The Prestige dan Inception membuat kita membicarakan tentang beberapa teori dan kemungkinan-kemungkinan ilmiah yang secara tidak langsung membuat saya bertambah pengetahuannya. Tahun ini Nolan merilis sebuah film bergenre science fiction berjudul Interstellar yang sudah sangat dinanti-nanti para pecinta sinema serta menunggu kejutan apa lagi yang akan dipresentasikannya.

Well.. actually.. jika Anda berharap ada sesuatu yang heboh seperti dalam film Inception dan The Dark Knight trilogy, kemungkinan Anda akan sedikit kecewa, tapi peluang untuk diskusi panjang lebar tadi tetap terbuka. Kisahnya tentang seorang petani jagung bernama Cooper (Matthew McConaughey) yang mantan pilot NASA yang sudah tidak aktif karena planet Bumi terkena musibah The Blight (musibah ini benar pernah terjadi di Amerika meskipun dalam skala kecil). Akibat musibah ini semua makhluk hidup terancam punah termasuk umat manusia. Cooper diminta NASA untuk melakukan ekplorasi ke galaksi lain melalui sebuah wormhole yang ditemukan dekat planet Saturnus, tujuannya adalah menemukan planet baru agar umat manusia bisa pindah ke planet baru tersebut, titik. Plotnya tidak akan saya detailkan karena saya ingin Anda menyaksikan langsung sendiri kisahnya di layar lebar.

Drama yang diangkat dari keluarga Cooper cukup menyentuh dan teori-teori tentang wormhole dan blackhole sangat menarik untuk ditelusuri lebih jauh, meskipun buat beberapa orang mungkin agak njelimet. Saya sarankan Anda benar-benar memperhatikan alur kisahnya supaya bisa nyambung dengan (beberapa) twist yang muncul belakangan. Faktor cerita memang menjadi salah satu poin kekurangan film ini namun semua hal itu bisa terobati dengan visualisasi yang memukau dan performance juara para bintangnya. Penampilan yang paling memorable mungkin adalah robot yang disuarakan Bill Irwin bernama TARS, bentuknya kotak seperti tokoh game Minecraft dan komentar-komentar bawelnya bisa menghidupkan suasana. Penceritaan Interstellar memang tidak sehebat Memento, karakternya tidak sekompleks The Dark Knight dan lapisan ceritanya tidak mind blowing seperti Inception namun Interstellar menawarkan sesuatu yang berbeda dan indah untuk disaksikan. Film seperti inilah yang membuat saya jatuh cinta pada sinema. Interstellar is giving me another beautiful and thrilling cinematic experience since Alfonso Cuaron's Gravity. Overall.. I encourage you to see this Awesome movie in the biggest screen possible! (IMAX please..!) And then maybe... maybe we can talk about the future of mankind...

It scores 9 outta 10!


Posted via Blogaway

Wednesday, November 5, 2014

The Last Days on Mars; Zombies in red planet

Planet Mars merupakan planet yang paling sering dijadikan setting film, terutama genre science fiction. Entah karena planet Mars dekat dengan Bumi atau memang kondisi disana yang sudah sangat familiar dengan warga planet kita? Selama ini manusia sering bertanya apakah ada kehidupan di planet Mars? Sudah banyak film yang mencoba memberikan ide tentang kehidupan di planet merah itu dan ide yang ditawarkan film John Carter-lah yang sampai saat ini paling saya sukai. Kalau John Carter ber-genre action fantasy maka film The Last Days on Mars karya sutradara Ruairi Robinson ini lebih ke genre horor thriller. Dalam waktu 19 jam, kru beranggotakan 8 orang pimpinan Brunel (Elias Kotias) yang sudah menjalankan misi di planet Mars selama 6 bulan akan kembali ke Bumi. Pada saat mereka harus melakukan briefing untuk kembali ke Bumi, Marko (Goran Kostic) mendadak meminta izin kepada Brunel untuk keluar dari base untuk memeriksa sesuatu. Marko ternyata menemukan apa yang mereka cari selama ini di planet Mars, sebuah bentuk kehidupan mikroskopik, hanya saja ia tidak bersedia memberikan informasi itu kepada kru yang lain. Sebuah kecelakaan membuat Marko terkontaminasi penemuannya dan merubahnya menjadi zombie. Karena kejadian ini kru yang lain harus berusaha menyelamatkan diri sebelum terinfeksi dan berubah menjadi zombie.

Secara visual film ini memberikan tampilan yang cukup menarik meskipun ambience nya terasa sangat familiar (dengan film lain yang sejenis). Kisahnya sendiri kalau buat saya lebih mirip film Red Planet yang dibintangi Val Kilmer hanya tinggal menambahkan zombie dalam ceritanya. Meskipun semua aktornya tampil dengan baik, tapi karena tidak didukung dengan naskah yang bagus alhasil jadi terlihat sia-sia. Untuk sebuah film horor thriller, film ini termasuk membosankan karena jauh dari kesan seru dan menakutkan. Apalagi tema dan cerita yang diangkat tidak terlalu orisinil karena mengingatkan saya pada beberapa film lain yang sudah ada lebih dulu, jadi ya jangan terlalu berharap banyak dari film ini ya...

It scores 4 outta 10!


Posted via Blogaway

Sunday, November 2, 2014

The Book of Life; colourful story of Love, Life & Death

Yang membuat saya tertarik melihat film The Book of Life karya sutradara Jorge Gutierrez sebenarnya adalah nama idola saya Guillermo Del Toro yang kali ini duduk di kursi produser, dan ternyata saya tidak kecewa. Adegan dibuka dengan sekumpulan anak-anak badung yang berkunjung ke museum dengan berat hati, namun seorang tour guide wanita mengajak mereka untuk sebuah perjalanan yang berbeda dari biasanya. Alih-aih berkeliling museum mereka malah diceritakan tentang sebuah kisah kasih di 'Hari Kematian' atau dikenal dengan 'day of the dead' dalam kebudayaan Meksiko. Ketika Meksiko menjadi pusat alam semesta (??) ada sebuah kisah tentang 3 sahabat bernama Manolo (Diego Luna) si matador yang ingin jadi musisi, Joaquin (Channing Tatum) si pendekar tangguh dan Maria (Zoe Saldana) yang hidup di kota San Angel yang berada dibawah pengawasan jendral posada, ayahnya Maria. Sementara itu ada dua orang penguasa 'alam lain' yaitu La Muerte (Kate del Castillo) yang memimpin the land of the remembered (mirip surga) dan Xibalba (Ron Perlman) yang memimpin the land of the forgotten (mirip neraka), mereka bertaruh siapa yang akan menikahi Maria dan pemenangnya akan menyerahkan 'alam' yang mereka pimpin. Xibalba yang licik menggunakan trik yang merugikan semua pihak kecuali dirinya, bahkan menyebabkan pemuda yang dicintai Maria tewas terbunuh dan disaat yang sama kota San Angel diserang bandit pimpinan Chakal yang ganas.

Rencana awalnya di tahun 2007 film ini diberi judul Day of the Dead namun seiring dengan proses produksi judulnya dirubah menjadi The Book of Life. Visualisasinya terutama dalam hal warna sangat memanjakan mata, anak-anak sudah pasti akan menyukainya meskipun mereka kemungkinan besar tidak akan mengerti jalan ceritanya. Cerita film ini menjadi salah satu kekurangan yang signifikan jika dibandingkan film animasi lain terutama buatan Disney atau Pixar. Kisahnya terlalu njelimet untuk anak-anak dan mungkin terlalu seram bila orang tua tidak mendampinginya. Yang menarik adalah dunia alam baka yang digambarkan dengan unik dengan konsep yang mirip surga dan neraka hanya saja istilahnya yang berbeda. Penggunaan istilah hantu dan mati digantikan dengan kata lain seperti the remembered dll. Lagu-lagunya juga enak didengar, favorit saya adalah versi akustik dari lagu creep yang dinyanyikan Manolo yang dulu dipopulerkan oleh Radiohead. Overall film animasi ini sangat menghibur dan kebetulan saya menyaksikan versi 4DX3D nya di bioskop Blitmegaplex MOI sehingga terasa jauh lebih seru. Anak-anak akan belajar tentang baik vs buruk dan para orang tua yang sudah memiliki rencana untuk anaknya mungkin akan sadar bahwa apa yang diinginkan sang anak juga perlu dipertimbangkan demi masa depannya.

It scores 7 outta 10!


Posted via Blogaway

Saturday, November 1, 2014

Ouija

Hasbro adalah produsen mainan yang menuai sukses besar sejak film Transformers dirilis, bahkan beberapa mainan lainnya milik Hasbro seperti GI Joe dan Battleship pun sudah difilmkan meskipun hasilnya cukup parah. Kini satu lagi mainan Hasbro yang rilis di layar lebar dengan genre horor, sebuah papan permainan yang katanya bisa untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal, papan Ouija namanya. Film Ouija ini disutradarai Stiles White dan nama besar Michael Bay (yang membuat film Transformers) dan Jason Blum ada di jajaran produser. Kisahnya sih cukup basi, Debbie (Shelley Hennig) tewas bunuh diri setelah bermain Ouija dan teman-teman dekatnya terpukul serta tidak percaya atas kematian Debbie terutama Laine (Olivia Cooke) dan Pete (Douglas Smitvh) kekasih Debbie yang yakin bahwa ada hal lain yang membuatnya tewas. Ketika mereka tahu bahwa papan Ouija yang ditinggal Debbie bisa membuat mereka berkomunikasi dengan arwahnya, semua sudah terlambat dan ternyata yang mereka ajak bicara melalui papan Ouija selama ini bukanlah Debbie tapi arwah lain yang punya maksud jahat dengan cara membunuh mereka satu persatu.

Sounds familiar? ya karena memang mirip sekali dengan puluhan kisah horor lainnya yang sudah pernah ada. Seharusnya Hasbro belajar dari kesuksesan Lego dalam membuat kisah yang bagus dari sebuah mainan. Overall tidak ada hal baru yang ditawarkan film ini, memang ada beberapa adegan yang bikin kaget, tapi dengan cara yang sangat klise dan sudah pernah saya lihat di beberapa film horor lain. Performance para bintangnya pun tidak ada yang istimewa meskipun Olivia Cooke terlihat berusaha berakting dengan baik meskipun dengan naskah yang payah. Jika Anda suka film horor yang klise ya silahkan ditonton, kalau buat saya pribadi sih buang-buang waktu.. *sigh*

It scores 4 outta 10!


Posted via Blogaway

Wednesday, October 29, 2014

John Wick; simple and AWESOME!

John Wick (Keanu Reeves) adalah seorang pembunuh bayaran profesional yang pensiun dari pekerjaannya demi hidup damai dengan sang istri, Helen (Bridget Moynahan). Ketika istrinya meninggal karena sakit, John larut dalam kesedihan hingga suatu hari datang sebuah hadiah terakhir yang sempat dikirim Helen sebelum ia wafat, seekor anjing kecil bernama Daisy. John dan Daisy mulai akrab hingga suatu saat seorang mobster Rusia bernama Iosef (Alfie Allen) mencuri mobil John dan membunuh Daisy. John yang murka memburu Iosef yang ternyata anak dari gangster Rusia paling berpengaruh di New York, Viggo (Michael Nyqvist), kucing-kucingan antara John dan Iosef pun tak terhindari dan semua yang menghalangi John akan tewas di tangannya.

So.. John Wick membunuh orang dengan membabi buta karena seekor anjing? Yup..!!
Dipertengahan film nanti Anda akan tahu alasannya.

Film perdana karya Sutradara Chad Stahelski (dan David Leitch) ini digarap dengan apik, mereka berdua adalah mantan stuntman yang pernah kerja bareng dengan Keanu Reeves di film The Matrix. Makanya semua adegan action di film ini terlihat sangat keren karena di koreografikan dengan sangat ciamik sehingga enak dilihat. Salah satu kelebihan film ini juga ada di cerita, kisahnya sangat simpel dan gak berlebihan sehingga Anda gak perlu berfikir keras untuk mengerti jalan ceritanya. It's just a guy who kill another guy for revenge.. that's it! Semua pemain yang tampil di film ini terlihat sangat menikmati peran mereka sehingga adegan demi adegannya enak untuk dilihat. Saya selalu menganggap Keanu Revees itu gak bisa berakting tapi gak bisa dipungkiri juga kalau ia bisa menjadi jagoan yang tampil dengan sangat baik dalam perannya di beberapa film sehingga memorable bagi siapapun yang pernah menyaksikan aksinya, masih ingat film Speed dan The Matrix Trilogy? Sama halnya dengan film John Wick, Keanu tampil lebih baik ketika ia beraksi, bukan pada saat ia melakukan dialog dan itulah serunya... film ini minim dialog dan penuh adegan aksi yang sangat seru. If you love action movies, John Wick is a must see..!!

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Fury; Brad Pitt vs Hitler (again)

Bersetting saat Perang Dunia kedua, bulan April 1945, Sersan Don 'Wardaddy' Collier (Brad Pitt) memimpin kru sebuah tank (tanknya bernama Fury) yang terdiri dari Bible (Shia LaBeouf), Gordo (Michael Pena) dan Coon Ass (Jon Berenthal). Salah satu anggota mereka tewas dan digantikan oleh prajurit baru yang tidak punya pengalaman berperang, Norman Ellison (Logan Lerman). Mereka berlima menjadi salah satu team di kesatuan tank yang mengiringi pasukan sekutu untuk menggempur tentara Nazi di Jerman. Misi demi misi mereka lalui dengan selamat, bahkan Norman yang semula ketakutan kini malah bersinergi dengan kru lainnya untuk bertekad membunuh tentara Nazi sebanyak mungkin. Misi terakhir mereka adalah mengalahkan 300 tentara SS infantry anggota Nazi tanpa support dari kesatuan lain, ya karena kesatuan lainnya sudah tewas lebih dulu, dengan kondisi Fury yang rusak akibat ranjau darat mereka harus mengatur strategi melawan tentara Nazi untuk terakhir kalinya.

Sutradara David Ayer cukup berhasil menggambarkan kisah perang ini dengan baik. Kelebihan film ini ada di sisi teknis, pengambilan gambar serta setting dan performance para pemainnya yang apik. Brad Pitt tampil sangat baik memerankan Don meskipun mengingatkan saya pada tokoh Aldo Raine yang ia perankan dalam film Inglorious Basterds, mungkin karena mereka berdua memiliki motivasi yang sama: membunuh Nazi sebanyak-banyaknya. LaBeouf, Pena dan Berenthal juga tampil ciamik dengan karakter masing-masing, bahkan Shia LaBeouf sengaja tidak mandi berhari-hari demi karakter yang ia perankan. Yang paling mencuri perhatian selain Brad Pitt (dan kumisnya Shia LaBeouf) adalah Logan Lerman, menurut saya ia sangat culun waktu memerankan Percy Jackson tapi di film ini ia tampil sangat baik memerankan Norman yang penakut hingga berubah jadi 'The Machine' yang dikagumi kru lainnya. Kekurangan film ini buat saya hanya ada di pendalam karakter yang sangat minim, yang saya tahu hanyalah semua kru Fury adalah bukan tentara Nazi, that's it. Overall film Fury adalah salah satu film perang yang tidak boleh dilewatkan karena bisa memberi kita pelajaran tentang perubahan dalam kehidupan (yang keras).

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway

Monday, October 27, 2014

Dracula Untold; vampire with a bad twist

Salah satu film Dracula yang paling saya sukai adalah Bram Stroker's Dracula karya Francis Ford Coppola. Kini kisah versi barunya telah rilis dibawah arahan sutradara Gary Shore. Vlad (Luke Evans) adalah pemimpin Transylvania yang dikagumi rakyatnya dan ditakuiti musuhnya, namun ketika ia diminta untuk mengirimkan 1000 anak termasuk putranya untuk diajak berperang oleh pemimpin Turki bernama Sultan Mehmed (Dominic Cooper), ia menolak dan memilih untuk melawan kaum Turki. Rakyat Transylvania hanya rakyat jelata yang tidak memiliki keahlian bertempur sama sekali sehingga Vald memutuskan untuk meminta kekuatan supranatural dari seorang Master Vampire (Charles Dance) yang hidup di gunung agar bisa mempertahankan negaranya (seorang diri). Vlad harus menanggung konsekwensi berubah menjadi vampir jika ia tidak bisa memenuhi syarat yang diminta Master Vampire. Dengan kematian Mirena (Sarah Gadon) istri yang dicintainya maka menjadi vampir adalah satu-satunya cara untuk membalas dendam sekaligus menyelamatkan putranya yang diculik Mehmed.

Masih ingat dengan kisah putri salju yang diplesetkan dalam film Snow White & The Huntsman? Atau film Maleficent yang dirilis Disney tahun lalu? Mereka semua punya kesamaan konsep dengan Dracula Untold yaitu menceritakan "sisi lain" yang sebelumnya tidak pernah kita bayangkan.
Snow White as a kickass heroine? Okay that's fine!
Maleficent is a good mother? I can deal with that!
Tapi kalo Dracula ternyata adalah seorang suami dan ayah yang penyayang? Hell NO!! Bram Stroker's Dracula buat saya sampai saat ini masih menjadi gambaran yang paling mendekati sempurna untuk tokoh penghisap darah ini. Saya pribadi agak menolak konsep yang ditawarkan Gary Shore selain karena ceritanya yang terpleset terlalu jauh tapi juga eksekusi teknis yang kualitasnya jauh dari film Coppola yang dibintangi Keanu Reeves. Untuk sebuah reboot keluaran Universal Studio, film ini menggunakan spesial efek yang tidak spesial alias biasa banget kalo gak mau dibilang murahan. Malah film ini digadangkan sebagai pembuka dari Universal Monsters Shared Universe yang nantinya akan berisi Dracula, The Mummy, Werewolf dan monster lainnya, mungkin karena gak mau kalah dengan Marvel yang sukses mengumpulkan semua superheronya dalam The Avengers. Semoga film monster berikutnya bisa lebih baik sehingga pada saat semua berkumpul dalam satu layar, kisahnya bisa lebih seru dari The Avengers.

It scores 5 outta 10!


Posted via Blogaway

Thursday, October 23, 2014

Left Behind; when God forget about Nic Cage

Apa jadinya jika suatu hari semua anak-anak yang ada didunia lenyap begitu saja tanpa ada tanda-tanda tertentu dan tidak ada penjelasan yang masuk akal? Dan bukan hanya anak-anak tapi juga beberapa orang dewasa yang termasuk kategori orang baik ikut lenyap disaat yang sama. Jika Anda BENAR - BENAR PENASARAN, silahkan saksikan film ini. Saya sarankan Anda untuk melihat trailernya dulu di Youtube sebelum memutuskan untuk menontonnya di bioskop. Buat saya sih film lebih baik disaksikan di layar televisi atau rental untuk disaksikan dirumah daripada Anda tertidur di bioskop. Konsep film Left Behind besutan sutradara Nick Armstrong ini sebenarnya menarik, apalagi didasarkan pada salah satu petunjuk di kitab injil tentang kiamat. Sayangnya eksekusi secara keseluruhan menurut saya agak kedodoran, menyaksikan film ini serasa nonton opera sabun dengan tema religi. Kehadiran Nicolas Cage sama sekali tidak bisa menyelamatkan film ini dari kebosanan yang saya rasakan, aktingnya juga buruk, mungkin karena tidak diberi ruang untuk pendalaman karakter (dari naskah yang pas-pasan). Dari poster dan trailernya mungkin penonton akan berharap melihat film action, bersiaplah untuk kecewa karena ini film drama yang tidak digarap dengan serius. Hasilnya... ya Left Behind jadi salah satu film yang mudah dilupakan.

It scores 4 outta 10!


Posted via Blogaway

Tuesday, October 14, 2014

Annabelle; a lame spinoff

Adegan film ini dibuka dengan dialog yang (kayaknya) diambil dari film The Conjuring yang rilis tahun lalu. Jika Anda sudah nonton The Conjuring karya sutradara James Wan maka pasti tahu bahwa segmen pembukanya mengisahkan tentang sebuah boneka yang didiami makhluk halus. Kini boneka seram itu dibuat spinoff sekaligus prequel untuk film The Conjuring, judulnya Annabelle dibawah arahan sutradara John R. Leonetti dan James Wan sebagai salah satu produsernya. Mia (Annabelle Wallis) yang sedang hamil besar terbangun ditengah malam ketika mendengar ada kegaduhan di rumah keluarga Higgins yang berada persis disebelah. Saat Mia dan John (Ward Horton) memeriksanya, mereka menemukan tetangga mereka telah tewas dibunuh oleh sekte pemuja setan. Mia dan John selamat namun kayaknya arwah si pembunuh masuk ke dalam salah satu boneka koleksi Mia. Sejak itu banyak kejadian aneh terjadi hingga mereka memutuskan untuk pindah rumah dan membuang boneka Annabelle. Guess what..? Boneka itu ternyata mengikuti mereka ke rumah yang baru dan membuat teror yang lebih seram dari sebelumnya, bahkan pendeta Perez (Tony Amendola) yang dimintai bantuan nyaris tewas oleh Annabelle dan boneka itu tidak akan berhenti hingga ada nyawa yang melayang.

Overall film ini bisa dibilang mengecewakan jika Anda berharap Annabelle memiliki kualitas (horor) yang sama dengan The Conjuring. Semua pemain tampil dengan datar, ya maklum sih.. naskahnya juga tidak memberikan kesempatan mereka untuk mengembangkan karakternya. Kisahnya mudah ditebak dan cenderung membosankan. Yang menonjol justru boneka Annabelle yang bisa tampil memikat disetiap kesempatan, lha wong itu boneka penampilannya serem benerr.. dan kok ya ada orang yang mau koleksi boneka kayak gitu.. *sigh*
Satu hal lagi yang juga menarik justru kisah dibalik film ini. Selama syuting berlangsung ada beberapa kejadian supranatural yang cukup membuat kru pada merinding. Tahukah Anda kalau boneka Annabelle benar-benar ada? Boneka asli Annabelle memiliki tampilan yang menurut saya imut dan lucu (lihat gambar dibawah), sayangnya boneka tersebut sangat berbahaya karena benar-benar bisa membunuh dan kini tersimpan dalam museum pribadi milik Ed dan Lorraine Warren. Dan semoga saja ia tetap disitu sehingga tidak mengispirasi James Wan untuk membuat sequel film ini...

It scores 5 outta 10!


Posted via Blogaway

Tuesday, October 7, 2014

The Giver; Dystopian story 20 years in the making

Film The Giver diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Lois Lowry yang beredar tahun 1993 dan mendapatkan penghargaan Newbery Medal di tahun 1994. Kisahnya tentang sebuah komunitas manusia yang bertahan hidup setelah peristiwa 'The Ruin' yang menghancurkan peradaban manusia. Komunitas ini melakukan persamaan perlakuan terhadap semua penghuninya, tidak ada emosi, tanpa feeling dan tanpa warna (literally). Ketika berusia 16 tahun masing masing individu diberi 'tugas' sesuai dengan instruksi dari para elder yang dipimpin Chief Elder (Meryl Streep). Seorang pemuda bernama Jonas (Brenton Thwaites) mendapatkan tugas yang cukup langka sekaligus unik yaitu menjadi The Receiver. Ia akan menerima memori tentang semua hal yang berkaitan dengan sejarah masa lalu manusia melalui The Giver (Jeff Bridges). Memori masa lalu ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi para elder dalam memutuskan sesuatu dan selama proses transfer memori inilah Jonas memutuskan bahwa apa yang dilakukan para elder selama ini ternyata salah.

Film besutan Sutradara Philip Noyce ini memiliki beberapa kelebihan teknis terutama visualisasi. Performance para pemainnya juga tidak buruk, Jeff Bridges dan Meryl Streep lah yang paling menonjol dan tampil apik. Novel The Giver bisa dibilang telah menginspirasi novel YA (young adult) lainnya seperti Hunger Games dan Divergent meskipun filmnya rilis cukup telat (20 tahun). Namun yang menarik buat saya justru konsep ceritanya yang thought provoking jika dibandingkan dengan YA lainnya, apakah Anda lebih suka segala sesuatunya terlihat hitam putih sehingga tidak ada yg menonjol? Atau penuh warna sehingga Anda bisa 'memilih' sesuai selera? Apakah Anda lebih suka memilih masa depan Anda sendiri atau lebih suka ditentukan orang lain? Perdamaian, emosi dan free will ternyata memiliki konsekwensi yang cukup rumit bagi kehidupan manusia, siapkah Anda menghadapinya?

It scores 7 outta 10!


Posted via Blogaway

Tuesday, September 30, 2014

The Equalizer; Denzel in distress?

"The most important days in your life are the day you were born and the day you find out why." Quote dari Mark Twain yang menjadi pembuka film ini memberikan sensasi yang luar biasa jika Anda benar-benar memahaminya dan Robert MacCall (Denzel Washington) memahami hal itu. McCall yang kini bekerja disebuah supermarket bahan bangunan hidup sendiri disebuah apartemen dengan ditemani buku-buku yang ia baca. Ia tidak bisa tidur dan mengabiskan setiap malam dengan membaca buku-bukunya disebuah kafe yang buka 24 jam. Ada seorang pelacur muda bernama Teri atau Alina (Chloe Grace Moretz) yang menjadi teman bincangnya di kafe tersebut. Suatu ketika McCall mendapati Alina dirawat di rumah sakit karena babak belur dianiya germo bernama Slavi (David Meunier). Karena merasa iba, McCall menawarkan Slavi uang untuk membeli kebebasan Alina tapi sayangnya ditolak sehingga mengakibatkan kematian Slavi. Ternyata McCall memiliki keahlian membunuh yang sangat hebat yang tidak disadari banyak orang, setelah melakukan hal tersebut ia bisa tidur dengan nyenyak dan sialnya kematian Slavi hanya menjadi awal dari sebuah teror baru yang akan dilakukan mafia Rusia di Amerika serta perburuan terhadap nyawa McCall.

Sutradara Antoine Fuqua dan aktor Denzel Washington pernah kerja bareng dalam film Training Day dan kolaborasi mereka kinipun terlihat solid dalam film The Equalizer yang diangkat dari serial televisi yang pernah tayang tahun 80an di Amerika. Sebenarnya film ini agak terlihat seperti B-Movie yang biasa-biasa saja, namun performance Washington yang apik (seperti biasa) bisa memberikan nilai tambah bagi film ini meskipun pendalaman karakternya bisa dibilang sangat minim karena memang hingga akhir film tidak dijelaskan siapa McCall sebenarnya dan bagaimana masa lalunya, kecuali Anda sering menyaksikan serialnya. Mungkin pertanyaan itu akan terjawab di sequelnya nanti kalau memang jadi dibuat. Overall film ini jadi hiburan yang seru bagi penikmat film drama yang berisi adegan-adegan brutal, jadi pastikan anak Anda yang masih kecil untuk tidak menyaksikannya.

It scores 8 outta 10!


Posted via Blogaway