Saturday, December 28, 2013

Snowpiercer; Korean filmmaker with Hollywood's taste

Ketika dunia membeku di masa depan, ada sebuah kereta yang berjalan nonstop tanpa henti berisi manusia-manusia yang selamat dari kiamat es tersebut. Ibarat bahtera nabi Nuh, kereta ini pun dianggap keramat begitu juga dengan orang yang menciptakan keretanya, Mr Wilford (Ed Harris). Tidak ada yang tahu rupa Wilford karena ia tinggal di gerbang depan tempat mesin utama kereta ini bekerja, The Engine Room ini sangat eksklusif dan tidak bisa dimasuki siapapun tanpa izin Wilford. Curtis (Chris Evans) yang tinggal di gerbong paling belakang merasa sudah waktunya untuk memberontak. Kereta Wilford ini terdiri dari banyak gerbong yang memisahkan penghuninya berdasarkan kasta, gerbong paling belakang adalah milik orang-orang miskin yang diizinkan naik kereta ini secara cuma-cuma, sementara penghuni gerbong lainnya adalah orang-orang kaya yang membeli tiket kereta dengan harga yang sangat mahal demi kelanjutan hidup mereka. Curtis yang dibimbing Gilliam (John Hurt) menyusun rencana pemberontakan dengan seksama dan mereka mendapat petunjuk tertulis yang tertanam dalam makanan mereka yang dikirim orang misterius di gerbong depan. Untuk bisa menembus gerbong demi gerbong ke depan, Curtis membutuhkan seorang ahli security bernama Namgoong Minsu (Song Kang-Ho) yang hanya bisa berbicara dalam bahasa korea. Perjalanan menembus gerbong hingga ke depan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang memakan banyak nyawa, sebuah revolusi akhirnya terjadi di kereta yang telah berkeliling dunia selama 20 tahun tanpa berhenti. Film Snowpiercer ini diangkat dari novel grafis berjudul "Le Transperceneige" karya Jacques Lob, Benjamin Legrand dan Jean-Marc Rochette. Sutradara asal Korea Bong Joon-ho menurut saya berhasil membuat salah satu kisah scince fiction bertema 'end of day' yang sarat dengan kritik sosial dengan visualisasi yang apik. Semua pemain juga bermain dengan apik meskipun pendalaman karakternya menurut saya kurang dalam. Karakter yang dibawakan Tilda Swinton akan menjadi tokoh memorable bagi pecinta film, percaya deh... Production designnya sangat oke, setting dalam kereta dimana masing masing gerbong memiliki fungsi dan layout yang unik (klo gak mau dibilang fantastis untuk sebuah kereta). Bila Anda suka film ini, saya sarankan saksikan versi animated prequel Snowpiercer di Youtube karena ada penjelasan yang perlu Anda ketahui.

It scores 7 outta 10!


Posted via Blogaway

THOR: The Dark World

Bersama pasukan Asgardian rupanya Thor (Chris Hemsworth) cukup sibuk dalam menjaga kedamaian dalam dunia Nine Realms. Sementara itu Jane Foster (Natalie Portman) yang kangen berat dengan Thor berusaha mencari 'sesuatu' yang bisa mempertemukan mereka kembali. Sebuah kekuatan jahat dan gelap bernama Ather secara tak sengaja masuk dan mendiami tubuh Jane, Ather ini rupanya sedang dicari oleh penjahat bernama Malekith (Christopher Eccleston) untuk digunakan sebagai senjata menghancurkan Asgard pimpinan raja Odin (Anthony Hopkins). Thor harus berusaha menyelamatkan Asgard dan Jane dari kekuatan jahat Ather, sayangnya ia harus memilih salah satu dan merelakan lainnya untuk dikorbankan. Sutradara Alan Taylor bisa dibilang cukup berhasil mempertahankan apa yang sudah dibangun Kenneth Branagh di film pertama, bahkan Thor: The Dark World bisa dibilang lebih ceria dan santai, bahkan menurut saya terlalu santai dan terlalu banyak bercanda. The Dark World lebih punya kaitan erat dengan film The Avengers ketimbang film Thor yang pertama. Tokoh Loki dibuat lebih bodor meskipun tetap jahat dan culas (Tom Hiddleston memainkan karakternya dengan apik), banyak adegan Loki yang akan mencuri perhatian penonton, baik itu adegan humor maupun adegan drama yang emosional. Satu hal yang disayangkan adalah kurangnya pendalaman karakter sang villain Malekith serta The Warrior Three yang sebenarnya punya potensi membuat film ini lebih oke, well... mudah-mudahan sequelnya bisa mengakomodir kekurangan tersebut. Btw, bila Anda jeli, gambaran dunia Asgard di film ini jauh lebih cerah dan 'ramai' daripada film pertamanya dan hal ini termasuk hal yang positif serta menarik secara visual. Oiya bicara soal visual, versi 3Dnya sama sekali gak menarik jadi nikmati saja versi reguler yang memang sudah sangat menghibur, lumayan buat pemanasan rilisnya The Avengers: Age of Ultron.

It scores 7 outta 10!


Posted via Blogaway

Sunday, December 22, 2013

Carrie; Remake yang gagal

Salah satu biang horor bernama Stephen King pernah merilis sebuah novel berjudul Carrie di tahun 1974. Novel yang laku keras ini diangkat ke layar lebar pada tahun 1976 oleh sutradara Brian De Palma yang diperankan oleh Sissy Spacek dan Piper Laurie and i really love that movie! Sayangnya hal yang sama tidak bisa saya katakan untuk film remakenya yang rilis tahun ini dibawah arahan sutradara Kimberly Pierce serta diperankan oleh Julianne Moore dan Chloe Grace Moretz. Carrie White (Moretz) adalah seorang ABG yang beranjak dewasa dibawah kungkungan sang ibu (Julianne Moore) yang terlalu religius. Carrie yang kerap menjadi bulan-bulanan teman-temannya di sekolah mulai menyadari bahwa dirinya memiliki kekuatan telekinetik, sebuah kekuatan yang membuat ia dapat memindahkan barang hanya dengan menggunakan pikiran. Tekanan mental yang datang dari sang ibu dan teman-teman sekolahnya membuat ia 'meledak' dalam sebuah pesta sekolah, banyak korban berjatuhan dan nyaris menghancurkan kota. Bila Anda sudah tahu kisahnya maka tidak ada hal baru yang bisa diharapkan muncul di film ini. Akting Moretz dan Moore cukup ciamik dan sialnya hanya itulah kelebihan film ini. Seperti halnya sebuah film remake, penonton akan mengharapkan sesuatu yang beda dari versi orisinilnya, untuk kasus ini saya kekeuh bahwa versi De Palma tetap lebih bagus meskipun terbilang jadul. Malah bila Anda menginginkan kisah yang lebih mencekam saya sarankan untuk membaca bukunya.

It scores 5 outta 10!


Posted via Blogaway

Thursday, December 12, 2013

We're The Millers; Dysfunctional fake family

David (Jason Sudeikis) adalah pengedar narkoba kelas teri, karena ia punya hutang kepada bandarnya, Brad (Ed Helms), ia rela diberi tugas mengambil ganja di Meksiko dengan menggunakan mobil RV. Untuk bisa lolos melewati perbatasan dengan aman ia membutuhkan keluarga palsu yang berpura-pura berwisata ke Meksiko. David merekrut tetangganya Kenny (Will Poulter), pemuda 18 tahun yang lugu dan masih perawan, serta Casey (Emma Roberts) anak ABG bengal yang kabur dari rumahnya. Untuk melengkapi anggota keluarganya, David mencoba membujuk Rose (Jennifer Aniston) agar mau berpura-pura menjadi istrinya dengan bayaran tertentu. Berempat mereka mencoba saling akur demi melaksanakan "tugas" dan demi uang yang dijanjikan kepada mereka. Berhasilkah? Well... bila keluarga yang 'benar' saja memiliki segudang masalah, apalagi keluarga yang palsu... Sutradara Rawson Marshall Thurber bisa dibilang cukup baik menggarap film Road Trip komedi romantis yang jorok ini. Meskipun ceritanya sangat mudah ditebak dan performance para pemainnya biasa saja, cukup banyak momen yang akan membuat Anda tertawa bahkan ada momen emosional yang cukup mengharukan dan yang saya maksud mengharukan bukanlah adegan Rose menari striptease di bengkel menggunakan shower. So, untuk sebuah hiburan, film We're The Millers ini bisa jadi pengobat stress yang pas, tapi hanya pas untuk orang dewasa.

It scores 6 outta 10!


Posted via Blogaway